Kasus kekerasan di Sekolah Dasar

Oke, lagi-lagi muncul kasus kekerasan di sekolah. Sebelumnya kasus kekerasan seksual di TK internasional, kali ini kasus kekerasan terhadap siswa yg dilakukan oleh temannya di Sekolah Dasar. Banyak ya kasus kekerasan di jenjang pendidikan Indonesia.. Di mana akar masalahnya? Orang tua, guru, lingkungan anak-anak, sistem pendidikan??

Ya kalau mau salah-salahan semua jg ada peran salahnya. Gemes sebenernya selalu kejadian dulu baru kalang kabut semua, baru concern sama perkembangan anak.. Kenapa sih gak deteksi sejak dini? Kenapa gak bisa preventif, musti kuratif dulu baru dicari penanganannya..

Bullying di sekolah itu udah ada dari dulu. Ga cuma di Indonesia, justru di luar negeri bullying sangat merajalela.. Bahkan efeknya lebih mengerikan. Udah banyak kan berita-berita luar yg muncul bahwa korban bullying akhirnya bunuh diri, atau balas dendam membunuh orang-orang yg membully -nya & berakhir tragis dengan bunuh diri juga. Kalo kata Tisna Rudi, pendiri blog Indonesian Anti Bullying, dalam jangka panjang, korban bullying akan menderita karena masalah emosional dan perilaku. Bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau menderita stres yang dapat berakhir dengan bunuh diri. Tuh, masalahnya terlihat sepele tapi ternyata dampaknya besar banget yah..

Eh bentar, kita samain persepsi dulu bullying itu apa ya.

Jadi bullying itu bukan sekedar ejek-mengejek atau iseng-iseng doang loh. Kalo pada akhirnya becanda mah ya bukan bullying namanya. Bullying memiliki kekhasan interaksi tertentu.
1. Bullying adalah tindakan dimana perilaku negatif berulang dilakukan dan berkelanjutan pada periode waktu tertentu (mengejek, menghina, main fisik/kekerasan, fitnah, dll).
2. Dalam bullying itu terdapat ketidakseimbangan kekuatan. Jadi udah pasti yg membully lebih kuat atau punya power dibanding yg dibully, sehingga korban gak berdaya melawan.
3. Ada intensi utk menyakiti. Jadi kalo yg dibully gak merasa tersakiti ya bukan bullying namanya.

Nah sekarang yg terjadi di SD swasta di Bukittinggi itu bullying bukan ya?

Salah satu artikel menuturkan:
Di salah satu video berdurasi 4 menit 15 detik, tampak seorang siswi berjilbab berdiri di pojok kelas, dia jadi sasaran pukulan dan tendangan teman-temannya. Berkali-kali ia menerima pukulan dan tendangan. Siswi korban pemukulan tak melawan. Ia hanya berusaha menangkis serangan teman-temannya yang datang bergelombang. Di akhir video, ia menangis tapi teman-temannya tetap memukul dan menendangnya. Meski di ruang kelas, pelaku pemukulan begitu leluasa. Mereka sempat menampakkan mukanya ke kamera sambil tersenyum seolah tak berdosa. (sumber: http://news.detik.com/read/2014/10/13/101659/2716850/10/1/6-fakta-tentang-video-kekerasan-anak-sd-di-bukittinggi#bigpic)

Udah jelas sih penjelasan di atas itu termasuk bullying secara fisik. Korban dianiaya & dikeroyok habis-habisan oleh teman-temannya. Motif nya apa? Apapun motifnya, bukan seharusnya anak SD berperilaku seperti itu. Banyak faktor yg bikin mereka bisa seperti itu. Kemungkinan besar mereka gak ngerti apa yg mereka lakukan itu adalah kesalahan besar. Bisa jadi mereka justru menganggap itu hal keren kayak di tv atau game-game yg sering mereka mainkan. Kenapa ya bisa terjadi hal-hal yg gak terprediksi seperti ini?

1. Kelalaian orang tua.
Sudah seharusnya orang tua mengajarkan pemahaman emosi terhadap anak. Jangan cuma ngajarin matematika, ppkn, bahasa inggris, dll doang. Kalo perlu sejak dini diajarkan ekspresi muka senang, sedih, marah, dsb. Apa saja yg mereka rasakan ketika sedang senang, karena apa seseorang sedih, seseorang bisa marah kalau ada di situasi apa saja. Mereka harus paham bahwa setiap tindakan akan memunculkan reaksi kognisi, emosi, dan perilaku. Hidup adalah tentang aksi-reaksi, stimulus-respon. Bagaimana kita berpikir & merasa, hal itu yg akan memunculkan tingkah laku yg kita keluarkan. Sehingga mereka bisa merasa bahwa kekerasan akan memunculkan rasa sakit, amarah, dan kesedihan yg mendalam. Mereka juga pelan-pelan akan belajar merefleksikan diri apabila akan melakukan sesuatu terhadap orang lain.

2. Peran pendidik di sekolah.
Guru gak hanya mengajarkan kurikulum atau sistem pembelajaran di sekolah. Guru adalah pendukung anak dalam mengembangkan kemampuan kognisi, emosi, dan sosial dalam lingkungannya selain orang tua. Tugas guru hendaknya juga ikut mengembangkan dan mengajarkan moral kepada anak-anak terutama di TK atau SD dimana mereka sedang mengembangkan banyak aspek dalam kehidupannya. Jadi ada baiknya apabila guru juga ikut concern dalam tahap perkembangan anak, terutama masalah psikologis anak yg seringkali tidak terlihat secara kasat mata. Tapi apabila mengajarkan sesuatu kepada anaknya, ada baiknya dengan memberi alasan kenapa hal ini boleh & kenapa tidak, sehingga anak jg bisa belajar berpikir konsekuensi positif/negatif dari perbuatannya.

3. Bimbingan mengenai tayangan kekerasan di tv atau game-online.
Banyaknya tayangan kekerasan di tv atau kekerasan game sudah tidak bisa dihindarkan lagi sekarang. Gimana caranya supaya anak paham dan bisa membatasi dirinya? Dalam perkembangan kognisi & mental anak yg belum menetap, seperti di usia TK atau SD, ada baiknya selalu ada orang tua atau pembimbing ketika mereka menonton atau melihat langsung tayangan tersebut. Tekankan pada mereka bahwa semua terjadi karena suatu alasan & bedakan mana perbuatan yg baik & mana yg merugikan banyak orang.

4. Apabila Anda kesulitan mendidik anak, bisa konsul kepada para ahli yg banyak berkecimpung dalam perkembangan anak atau psikolog anak (ujung-ujungnya promosi). Yuk mulai dari sekarang mulai concern terhadap seluruh perkembangan aspek kehidupan anak kita sendiri. 🙂

Leave a comment